Jumat, 13 November 2015

Titik Kecil

Cerita ini sederhana.
Tapi sebentar, apa barisan tulisan ini pantas disebut cerita?
Ah, anggap sajalah begitu

Baik, aku mulai.

Yang terbaik mungkin bukan yang terpantas,
dari milyaran manusia di muka bumi ini, terlalu banyak nominasi untukmu dari seleksi orang-orang terbaik.
Tapi sadarkah engkau?
Dari kumpulan nominasi itu ada sebuah titik kecil,
satu saja titik kecil, yang mungkin pantas untuk kamu.
Ya, aku sebut itu, aku.

Mungkin dari kumpulan nominasi tadi.
Titik kecil tersebut mungkin yang terkerdil,
Titik kecil tersebut mungkin yang terkecil,
bahkan titik tersebut mungkin yang paling terpinggirkan.

Tapi, bisakah kau melihat dari sudut pandang yang tak biasa?
Dari sudut pandang yang bukan kebanyakan?
Dari kebalikan sudut pandang bahwa yang termegah adalah yang terpantas?

Bila tidak bisa,
izinkan aku menuntunmu untuk melihat
bahwa si "ter-remeh" ini adalah pejuang yang tubuhnya sudah terkoyak agar dapat dilihat olehmu,
ya harap dia, hanya dilihat olehmu bukan orang lain, hanya kamu.

Begini..

Si remeh ini adalah titik kecil yang berjuang untuk bisa terlihat.
Dia terhimpit, dia tergeser terus menerus, bahkan dia tak terhitung oleh tandingannya.
Cibiran "anda itu bukan tandingan" sudah dicapkan kepadanya.

Dia sebuah titik yang hanya berharap untuk dilihat,
sebuah titik yang ingin menjadi arti.

Kamu tahu,
bahwa untuk sekedar ingin dilihat olehmu
dia hanya bermodalkan segumpal hati yang dia percaya tak akan pernah berantakan.
Dengan mengikuti aturan permainan yang ada, si titik ini memberikan hatinya,
hati yang dia percayakan ini kepadamu, tanpa berpikir apapun.
Hanya memberi kepadamu.
Yang dia tahu, dia hanya ingin jadi arti bagi kamu.

Seterusnya, mungkin kamu sedikit tahu.
Seperti yang sudah aku tuliskan di awal.
Dia berjuang untuk bertahan, dia terhimpit, tergeser, bahkan tenggelam tak terhitung.
Tapi apa dia menyerah? Tidak, dia bertahan.

Walau dia tahu tubuhnya telah terkoyak,
walau dia tahu hati yang dia berikan kepadamu sudah mengeping,
Dia bertahan.
Untuk apa? Sederhana, untuk menjadi arti bagi kamu.

Saat ini, si remeh, titik kecil itu masih bertahan.
Rupanya tak seelok semula,
Hati yang dia berikan padamupun mengeping tak seutuh awalan.
Tapi dia terus melakukan apa yang bisa dia lakukan,
Bertahan.

Untuk menutup rangkaian kalimat ini,
izinkan aku membisikkan sedikit kalimat kepadamu.

"Maukah kamu sedikit melihat kepadanya?
Kepayahan dia untuk bertahan,
kesakitan dia yang ditahan,
cinta dia kepadamu dengan besarnya harapan.

Karena yang terpantas, mungkin bukan dari yang terbaik.
Tapi bisa jadi,
yang terpantas mungkin dari seberapa kuat dia menahan deraan dan tetap bertahan."

Layaknya akhir dalam sebuah kalimat, yang dia ingin pun seperti itu.
Menjadi penutup dan penanda akhir dari cerita cinta dan hidupmu,
itu saja,
menjadi sebuah titik kecil. TITIK

( Suno C, 2015, Kantor )

Selasa, 13 Mei 2014

Untuk Si Penakluk

Senyum getir yang terpoles ini,
Meneriakkan sesuatu dari riak-riak perasaan;

Mungkin kamu tak pernah tahu
Bahwa secuil perhatianmu
Bahwa seutas senyum dari bibir tipismu
Bahwa sekerling tatap dari mata teduhmu
Sudah hempaskan jatuh satu perasaan
Yang dahulu aku ikat dan taruh di pucuk tertinggi kesombongan.

Sungguh dari tingkatan sesungguh-sungguhnya
Aku telah terlanjur jatuh dan luruh
Angkuhku runtuh, egoku terhempas jauh
Benar dari tingkatan sebenar-benarnya
Aku telah terlanjur takluk dan tak lagi tegar tengkuk
Aku harus mencarimu, Aku harus mendapatkanmu. Lagi

Seharusnya itu, kamu untukku! Ya, tetap untukku!
Kamu yang telah menghajar segala perhatianku, juga segala perasaanku.

Asal kamu tahu,
Senyum getir yang terpoles ini
Menandakan kebodohan yang aku tertawai sendiri;

Aku menjadi aku yang sesungguhnya bukan aku
Setelah terluka, terantuk, dan babak belur
Dihajar kenyataan bahwa kepergianmu adalah nyata;
Nyata yang menjadi tamu singgah dalam hidup
Entah kebetulan, entah sengaja, atau iseng belaka
Tapi yang jelas, tidak menyenangkan

Ada bekas yang tertinggal dari kepergianmu dahulu
Dari peninggalanmu, sebuah alasan kuatku
Dari bekas jejakmu, sebuah alasan hebatku
Ada kamu, di setiap alur, lekuk, dan kelok hidupku

Ada senyum getir yang terpoles pagi ini
Dari sebuah kuat yang sebenarnya dikuat-kuatkan

Ah, sudahlah;
Kucukupkan polesan senyum getir ini,
Aku telah berkarat semenjak kau tinggalkanku tanpa aba-aba

Seharusnya kau tak pernah ada, penaklukku.

(Suno C. 2014. Kamar Tidur)

Senin, 28 April 2014

Tanpamu Adalah Kerapuhanku

Sebenarnya sederhana,
Kerapuhanku adalah ketiadaanmu.
Tulang rusuk yang seharusnya pulang, tapi saat ini malah pergi melenggang.
Apa aku harus terus hidup, bahkan bila bagian dari hidupku pun terlanjur redup.
Jika memang berganti menjadi akhir, izinkanku tak ingin terganti sekedar untuk menghindari akhir.
Tergantikan darimu.

Aku terus berpeluh dengan angka membingungkan berpuluh-puluh.
Ya, aku sedang menghitung.
Keberadaan kita berpuluh-puluh, hingga beratus-ratus, bahkan beribu-ribu jam yang lalu,
Terhempas dan berhenti tertiup kerusakan yang buatku lebam membiru.
Bukan, bukan pipiku yang lebam.
Hatiku yang kini telah karam.

Kamu tersenyum dan berkata, sudahlah!,
Tidak semudah itu,
Sayang, dengarkan aku
Jujur...
Tidak ada kamu adalah rapuhku
Tanpamu adalah kerapuhanku

 (Suno C. Kamar Tidur. 2014)

Jumat, 18 April 2014

Sebuah Pesan Pewaris Takhta

Source: Deviantart

Syukurku kepada Sang Kuasa, yang dengan lihainya menarik langkah-langkahku tepat di hadapanmu saat ini. 
Syukurku kepada Sang Empunya langit dan nirwana, yang dengan cantiknya merangkaikan jejak-jejak di belakang tertinggal, dan membuat cetak pijakku tepat di sisi cetak langkahmu, beriringan.
Syukurku kepada Sang Pengatur Semesta, yang dengan penuh kuasa mempertemukan kedua takdir berbeda tak bertabrakan, tetapi bersentuhan kemudian bergandengan.
Syukurku kepada Sang Hebat, atas kamu kepadaku.

Aku hanya seorang penerus takhta sebuah generasi, perpanjangan napas dari garis darah yang telah turun-temurun mengalir dari hulu hingga nanti akhir menuju hilir, pemegang tampuk selanjutnya gelar penuh arti dari moyang yang sudah menjadi pendahulu hingga kini ayahku pemegang kuasa tanpa ragu. Engkau tahu itu, bahkan aku sudah menceritakan semuanya dari awal kita bertemu.

Aku laiknya pangeran yang kini mencoba untuk terus berjalan dengan kekuatan yang sudah dibekalkan. Kemana kaki ini berpijak disanalah masa depan perjalanan yang akan dilimpahkan tergurat tanpa tertahan.

Tugasku sederhana, menjadi besar. Laksana para tetua yang sering diceritakan di sejarah perjalanan panjang terampung dalam sebuah kitab. Atau paling sederhana, seperti ayah, yang dengan penuh bangga membusungkan dada tanda keberhasilan luar biasa

Tetapi sebelum semuanya itu. Ada satu hal yang ingin kuceritakan padamu. Ada satu hal yang mungkin bisa kamu jadikan nyata dari segurat mimpiku. Ada satu hal yang menjadi sebuah pesan.

Kamu! Ya kamu. Izinkan aku membeberkan rahasia ini. Dengan segala yang akan diwariskan kepadaku, ada satu pesan yang disematkan tegas di dalam diriku.

"Carilah putri yang akan menjadi pendampingmu, calon ratu yang akan bersanding di sisi takhtamu!"

Pernyataan sederhana, tapi percayalah tidak pernah sesederhana itu.

Pesan yang diberikan kepadaku sesingkat itu. Tapi aku pikir akan cukup untuk menjadi modalku mewarisi kuk kepercayaan, warisan takhta dari raja sebelumnya.

Sekarang. Di saat kamu bersamaku, di saat kamu denganku, di saat kamu mendampingiku. Jawablah pesan ini, dan jadilah putri di sisiku, dan ratu yang bersanding di takhta bersama denganku.

Pesanku:
"Setiap raja pasti punya ratu yang mencintainya luar biasa. Karena bukan daya atau kuasa sang raja yang menjadikannya besar, tapi cinta dan kasih dari seorang ratu yang menjadikan rajanya besar.
Maukah kamu menjadi ratu yang menjadikan calon raja ini besar?"
Source: Deviantart
 Maulah :')

Minggu, 23 Februari 2014

Takut

Aku sudah menghilangkan kunci hatimu
Sengaja, dan ya sengaja aku lenyapkan
Aku memang berniat takkan pergi
Bahkan beranjak pun tak terpikir

Walau aku harus dilontar
Walau aku harus bergetar
Walau aku harus terkapar
Sejujurnya aku tak akan pernah mau menginjakkan kaki ke luar

Dengan kaki gemetar, dan mulut yang terkatup
Menyanding kalut yang merutuk-rutuk di pergelangan perasaan
Aku yang datang tanpa kedigdayaan
Memeluk asa untuk memelukmu yang telah takluk
Bertelut dihajar dunia yang merajam dan merajah

Aku sadar kamu terhempas
Aku sadar bilik matamu sudah mencipta tempias
Aku sadar kamu telah terhenyak

Mungkin ini saatnya aku bertelut di hadapan
Menaikkan harapan tanpa disertai gelagapan
Aku meminta ampun dan memohon maaf kepada segala salah
Serta menaikkan syukur atas kesempatan mencintaimu

Aku hanya ingin menjadi seorang yang berarti
Bukan hanya sekedar memberi senyum tapi memberi hidup
Bukan hanya sekedar memberi ada tapi memberi lebih dari ada
Bukan hanya sekedar hadir tapi membuatmu bisa kembali tahir

Bila memang kamu terjatuh, aku akan memapahmu
Bila memang kamu berpeluh, aku akan menyeka dahimu
Karena aku ingin menjadi hidupmu
Karena bagiku, keberartianku adalah kamu

Aku takut bila kamu lelah kemudian berkata sudah
Karena tak ada lagi alasanku untuk menari bersama semburat hati
Karena tak ada lagi aliran sukacita yang menjalar di dentuman hati
Karena tak ada lagi alasanku, kamu

Aku terlalu takut bila aku tanpamu...
Apa aku pengecut? Bukan
Aku hanya takut kamu memberikan kunci baru kepada yang lain
Aku hanya takut kamu menggantikanku dari dalam hatimu
Ya, aku takut


-SC 2014-

Selasa, 18 Februari 2014

Kamulah Alasanku

Sekarang tataplah kedua mataku dengan mantap
Karena yang kukatakan kepadamu ini haruslah menyesap
Masuk ke dalam relung hatimu kemudian meresap
Agar kamu sendiri tahu bahwa cintaku telah siap

Kamu adalah wanita yang buat aku mengerti makna perjuangan
Bukan hanya sekedar berlari, mendapat, lalu diam
Karena perjuangan adalah seni dari mempertahankan
Mempertahankan perasaan hingga tubuh ini remuk redam

Tidak ada yang salah dari pengertian di atas
Kata - kata tadi merupakan pengertian runtut yang aku ungkapkan
Artian yang tidak mudah untuk dilakukan
Karena seperti biasa; Teori selalu lebih mudah dari aksi nyata

Sama seperti aku kepadamu
Titik pertama dari sebuah keindahan telah aku jaga
Menjatuhkan hati kemudian mendengungkan cinta pandang pertama
Yang kata orang hanya omong kosong. Tapi apalah kata orang

Kita saling mengenal kemudian saling mengerti
Memberi hati kemudian dan berjanji untuk berdua menjalani
Tapi ternyata perjalanan semakin lama semakin mendaki
Kita berdua lelah, dan kini mulai saling melucuti

Baiklah, sekarang marilah kita rehat sebentar
Ijinkan aku untuk mencari cara ‘tuk dapat bertahan
Karena bersamamu adalah kekuatanku dalam menghadapi tanjakan
Karena bersamamu adalah anugrah yang diberikan untuk kehidupan

Sekarang duduklah di sisiku dan tenangkanlah dirimu
Lihat di belakang kita dan mengucap syukurlah pada yang Maha Kuasa
Beragam bukit tantangan sudah kita lewati dengan berpegangan tangan
Bermodal kekuatan perasaan, dan keyakinan kebersamaan

Wanitaku, kini tataplah sepasang netraku
Di kedua bola matamu, aku masih melihat cahaya kasih yang menyala
Aku tahu kamu masih kuat, dan akan tetap bertahan
Aku tahu aku masih kuat, karena kamu alasanku untuk tetap bertahan

Ya, karena kamulah alasanku
Alasanku bertahan di dalam segala terjangan kehidupan

-SC 2014-

Jumat, 07 Februari 2014

Tidak Lagi

Kamu meminta aku kembali?
Padahal dulu kamulah yang meminta aku pergi.

Kamu ingat saat itu?
Dimana aku mencoba untuk terus bertahan
Dan kamu terus kesal karena enggan untuk bertahan
Lalu apa yang terjadi setelahnya?
Saat itu aku luluh berantakan, sedang kamu tertawa cekikikan
Derai tepuk tangan terdengar.
Karena hati kita terhempas ke masing-masing jalan

O tidak, hanya punyaku yang terhempas, punyamu melenggang pergi dengan puas

Kamu meminta aku untuk mencoba?
Padahal dulu kamu yang meminta aku untuk menyerah.

Kamu ingat saat itu?
Bagaimana aku keras kepala sekali mencintaimu
Logikaku ku buang, perasaanku ku bumbungkan
Bagaimana kamu keras kepala sekali menghardikku
Segala rasamu kau hujamkan, segala emosimu kau benamkan.
Betapa dengan keras kepalanya kita saling berlawanan
Aku mencintaimu dengan hati, kamu melukaiku sampai hati

O, sayang. Ingatkah kamu saat itu?

Lalu kini kau datang dengan senyuman bak setan yang bertobat
Dengan mata laksana malaikat kau mencoba buatku kembali bertelut
Lalu dengan tatapan nakal tapi nanar kau mengucap;
"Maafkan aku."

Kamu memintaku untuk memaafkanmu?

Tenang sayang, aku sudah memaafkan.
Tapi maaf, tidak untuk untuk melupakan.

Aku sudah belajar dari kesalahan, sudah cukup kehancuran yang kau jejakkan

Sayang...
Sudah, tak usah meminta lagi.
Aku takkan pernah memberi lagi.


Suno C. 2014