Cerita ini sederhana.
Tapi sebentar, apa barisan tulisan ini pantas disebut cerita?
Ah, anggap sajalah begitu
Baik, aku mulai.
Yang terbaik mungkin bukan yang terpantas,
dari milyaran manusia di muka bumi ini, terlalu banyak nominasi untukmu dari seleksi orang-orang terbaik.
Tapi sadarkah engkau?
Dari kumpulan nominasi itu ada sebuah titik kecil,
satu saja titik kecil, yang mungkin pantas untuk kamu.
Ya, aku sebut itu, aku.
Mungkin dari kumpulan nominasi tadi.
Titik kecil tersebut mungkin yang terkerdil,
Titik kecil tersebut mungkin yang terkecil,
bahkan titik tersebut mungkin yang paling terpinggirkan.
Tapi, bisakah kau melihat dari sudut pandang yang tak biasa?
Dari sudut pandang yang bukan kebanyakan?
Dari kebalikan sudut pandang bahwa yang termegah adalah yang terpantas?
Bila tidak bisa,
izinkan aku menuntunmu untuk melihat
bahwa si "ter-remeh" ini adalah pejuang yang tubuhnya sudah terkoyak agar dapat dilihat olehmu,
ya harap dia, hanya dilihat olehmu bukan orang lain, hanya kamu.
Begini..
Si remeh ini adalah titik kecil yang berjuang untuk bisa terlihat.
Dia terhimpit, dia tergeser terus menerus, bahkan dia tak terhitung oleh tandingannya.
Cibiran "anda itu bukan tandingan" sudah dicapkan kepadanya.
Dia sebuah titik yang hanya berharap untuk dilihat,
sebuah titik yang ingin menjadi arti.
Kamu tahu,
bahwa untuk sekedar ingin dilihat olehmu
dia hanya bermodalkan segumpal hati yang dia percaya tak akan pernah berantakan.
Dengan mengikuti aturan permainan yang ada, si titik ini memberikan hatinya,
hati yang dia percayakan ini kepadamu, tanpa berpikir apapun.
Hanya memberi kepadamu.
Yang dia tahu, dia hanya ingin jadi arti bagi kamu.
Seterusnya, mungkin kamu sedikit tahu.
Seperti yang sudah aku tuliskan di awal.
Dia berjuang untuk bertahan, dia terhimpit, tergeser, bahkan tenggelam tak terhitung.
Tapi apa dia menyerah? Tidak, dia bertahan.
Walau dia tahu tubuhnya telah terkoyak,
walau dia tahu hati yang dia berikan kepadamu sudah mengeping,
Dia bertahan.
Untuk apa? Sederhana, untuk menjadi arti bagi kamu.
Saat ini, si remeh, titik kecil itu masih bertahan.
Rupanya tak seelok semula,
Hati yang dia berikan padamupun mengeping tak seutuh awalan.
Tapi dia terus melakukan apa yang bisa dia lakukan,
Bertahan.
Untuk menutup rangkaian kalimat ini,
izinkan aku membisikkan sedikit kalimat kepadamu.
"Maukah kamu sedikit melihat kepadanya?
Kepayahan dia untuk bertahan,
kesakitan dia yang ditahan,
cinta dia kepadamu dengan besarnya harapan.
Karena yang terpantas, mungkin bukan dari yang terbaik.
Tapi bisa jadi,
yang terpantas mungkin dari seberapa kuat dia menahan deraan dan tetap bertahan."
Layaknya akhir dalam sebuah kalimat, yang dia ingin pun seperti itu.
Menjadi penutup dan penanda akhir dari cerita cinta dan hidupmu,
itu saja,
menjadi sebuah titik kecil. TITIK
( Suno C, 2015, Kantor )